Langsung ke konten utama

Makalah
KONSEP DAN IMPLEMENTASI MUDHARABAH DAN AKAD LAINNYA PADA ASURANSI SYARIAH
Diajukan untuk memenuhi tugas materi: Koperasi Dan Asuransi Syariah
Dosen pengampu: Fadlan, M.A.



KELOMPOK: 4

Khairunnas
Kholilurrahman
Moh. Ali Makki
Moh. Eko Febriyanto


PRODI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT ILMU KEISLAMAN ANNUQAYAH (INSTIKA)
GULUK-GULUK SUMENEP JAWA TIMUR 69463
TAHUN AKADEMIK 2017-2018
BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Dalam literatur keislaman asuransi termasuk sesuatu hal yang langka dan jarang ditemukan dalam buku-buku yang membahas tentang ekonomi islam. Asuransi sebagai suatu bentuk kontrak modern tidak dapat terhindar dari akad yang membentuknya. Hal ini dalam praktiknya asuransi melibatkan dua orang atau lebih yang terikat oleh perjanjian untuk saling melaksanakan kewajiban. Sebagai manusia tidak lepas dari hubungan dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan harus terdapat aturan dan kesepakatan. Proses dalam membuat kesepakatan keduanya disebut dengan akad. Adapun mengenai praktik asurasi dalam pandangan merupakan akad yang berkaitan dalam hal proses analogi hukum terhadap praktik  operasional asuransi.
Asuransi syariah dalam pengertian muamalah adalah saling memikul resiko diantara sesama peserta, sehingga antara satu dengan yang lain menjadi penanggung atas resiko yang muncul. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan salah satunya bisa dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’  (dana kebajikan/derma) yang ditujukan untuk menanggung resiko.
Perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai mudharib, yaitu pihak yang diberi kepercayaan atau amanah oleh para peserta sebagai shahibul maal untuk mengelola uang premi dan mengembangan dengan jalan yang halal sesuai dengan syar’i serta memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai dengan akad.
B.  RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana Akad Mudharabah Pada Asuransi Syariah?
2.      Bagaimana Akad Tabarru’ Dalam Asuransi?
3.      Bagaimana Akad Tijarah Dalam Asuransi?
C.  TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk Mengetahui Akad Mudharabah Pada Asuransi Syariah;
2.      Untuk Mengetahui Akad Tabarru’ Dalam Asuransi;
3.      Untuk Mngetahu Akad Tijarah Dalam Asuransi.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  MUDHARABAH PADA ASURANSI SYARIAH

Mudharabah berasal dari kata dharb yang artinya memukul atau berjalan. Istilah ini biasa dipakai oleh penduduk Irak, sementara penduduk Hijaz lebih suka menggunakan istilah qirodh atau muqaradhah. Dalam kaitannya dengan muamalah, kata dharb disini lebih tepat diartikan pada proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Sedangkan secara teknis, mudharabah didefinisikan sebagai akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan 100% modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Apabila dalam usahanya diperoleh keuntungan (profit) maka keuntungan tadi kemudian dibagi antara shahibul maal dan mudharib dengan presentase nisbah atau rasio yang telah disepakati sejak awal perjanjian/kontrak. Sedangkan apabila usaha tersebut merugi maka kerugian tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak shahibul maal sepanjang hal itu disebabkan oleh risiko bisnis (bussiness risk) dan bukan karena kelalaian mudharib (character risk).

Akad mudharabah ini berbeda dengan sistem bunga (interest) mengingat sifat pengembalian (return) yang tidak pasti baik dari segi jumlah maupun segi waktu sehingga akad ini dikategorikan sebagai Natural Uncertainty Contract (NUC). Dalam bahasa lain, produk ini disebut juga dengan Trust Financing atau Trust Investment karena kontrak ini hanya diberikan kepada pengusaha yang benar-benar credible dan sudah teruji amanahnya. Secara skematis, akad mudharabah dapat digambarkan sebagai berikut :

Landasan Syariah

1.    Al-Qur’an
  “Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu” (QS. Al Baqarah ayat 198).

2.    Al-Hadits

Dari Shalih bin Suhaib ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual” (HR. Ibnu Majah).
Aplikasi Mudharabah dalam Bisnis Asuransi Syariah
Penerapan akad mudharabah dalam bisnis asuransi syariah dapat dilihat dalam 2 bidang usaha asuransi yaitu asuransi jiwa (life insurance) dan asuransi kerugian (general insurance). Perbedaan karakteristik bisnis antara kedua jenis usaha terVsebut menyebabkan penerapan akad mudharabah menjadi berbeda meskipun secara prinsip tetap mengikuti kaidah konsep mudharabah dimana para peserta asuransi berkedudukan sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola).

1.    Asuransi Jiwa Syariah
Dalam bisnis asuransi syariah, secara umum peserta asuransi syariah tidak memberikan syarat tertentu yang membatasi tentang cara pengelolaan dana sehingga akad ini dikategorikan sebagai mudharabah mutlaqah. Sedangkan dalam posisinya sebagai mudharib di satu sisi dan shaibul maal di sisi yang lain maka asuransi syariah layaknya bank syariah “melaksanakan mudharabah kedua”. Kemudian dana peserta yang terkumpul akan diinvestasikan ke dalam instrumen investasi syariah dan apabila ada keuntungan (profit) maka hasilnya akan dibagikan kepada peserta dan perusahaan berdasarkan nisbah atau rasio yang telah disepakai di awal perjanjian, misalnya 50:50, 70:30, dan sebagainya.

Dalam asuransi jiwa syariah terdapat dua rekening peserta yaitu : (1) Rekening Tabungan (Participant Account) dan (2) Rekening Khusus (Participant Special Account). Pemisahan rekening tersebut dilakukan guna menjawab permasalahan ketidakjelasan (gharar) pada praktek asuransi konvensional dari sisi pembayaran klaim. Misalnya seorang peserta mengambil paket asuransi jiwa sebesar Rp 10 juta dengan masa pertanggungan 10 tahun. Bila ia ditakdirkan meninggal dunia di tahun ke-4 dan baru sempat membayar Rp 4 juta maka ahli waris akan menerima sejumlah penuh Rp 10 juta. Pertanyaannya, sisa pembayaran sebesar Rp 6 juta diperoleh dari mana. Disinilah kemudian timbul ghara sehingga dalam sistem asuransi syariah diperlukan mekanisme untuk menghapus gharar tersebut dengan menyediakan rekening khusus untuk pembayaran klaim (rekening ini disebut juga dengan rekening tabarru). Akad yang diberlakukan dalam rekening khusus ini adalah transaksi atau perjanjian kontrak yang bersifat non profit sehingga tidak boleh digunakan untuk tujuan komersial. Dengan demikian idealnya semua dana tabarru maupun hasil investasinya (apabila dana tabarru tersebut ikut diinvesatiksan) tidak dibagihasilkan kepada peserta maupun pengelola, namun menjadi ‘dana abadi’ dalam Rekening Khusus.

2.    Asuransi Kerugian Syariah

Dalam praktek asuransi kerugian syariah, pengembalian sebagian premi ke nasabah dalam bentuk surplus sharing sekilas mirip dengan mekanisme dalam asuransi konvensional yang dikenal dengan istilah “No Claim Discount (NCD)”. Sebagai contoh, seorang pemegang polis asuransi kendaraan disebuah perusahaan asuransi konvensional akan mendapatkan discount pada saat polis tersebut kembali diperpanjang di tahun berikutnya (dengan syarat selama masa pertanggungan tidak mengajukan klaim). Dari kacamata asuransi syariah, mekanisme discount seperti ini tentu saja berbeda dengan mudharabah karena NCD hanya diberlakukan apabila si pemegang polis hendak memperpanjang polisnya. Dalam asuransi syariah, hak mudharabah tetap dibayarkan kepada peserta meskipun ia tidak memperpanjang polis. Dengan demikian, NCD dan bagi hasil bisa diterapkan sekaligus di asuransi syariah, namun tidak bagi asuransi konvensional.


B.  IMPLEMENTASI AKAD TABARRU’ DALAM ASURANSI

Tabarru’ berasal dari kata tabarra-yatabarru-tabarrau’an, yang artinya sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Tabarru’ bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi, ketika diantara mereka ada yang mendapat musibah. Tabarru’ disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening tabarru’ yang sudah diniatkan oleh sesama takaful untuk saling menolong.[1]
Dengan akad tabbaru’ berarti peserta asuransi telah melakukan persetujuan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi untuk menyerahkan pembayaran sejumlah dana (premi) ke perusahaan agar dikelolah dan dimanfaatkan untuk membantu peserta lain yang kebetulan mengalami kerugian. Akad tabarru’ ini mempunyai tujuan utama yaitu terwujudnya kondisi saling tolong-menolong antara peserta asuransi untuk saling menanggung (tafakul) bersama. Yang mana apabila ada salah satu dari peserta takaful atau peserta asuransi syariah mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung resiko, dimana klaimnya dibayarkan dari akuntansi dana tabarru’’ yang terkumpul. Surplus dana tabarru’ pada beberapa praktik asuransi syariah, dikembalikan sebagian peserta melalui mekanisme mudharabah (bagi hasil). Mekanisme dan akad yang mendasari pengembalian melalui mekanisme mudharabah masih banyak terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama’.[2]

Ketentuan hukum tabarru’ meliputi:
1.    Akad Tabarru’ merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi.
2.    Akad Tabarru’ pada asuransi adalah semua bentuk akad yang dilakukan antar peserta pemegang polis.

Ketentuan akad tabarru’ dalam asuransi syari’ah, yaitu:
1.    Akad Tabarru’ pada asuransi adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial.
2.    Dalam akad Tabarru’, harus disebutkan sekurang-kurangnya:
·         hak & kewajiban masing-masing peserta secara individu;
·         hak & kewajiban antara peserta secara individu dalam akun tabarru’ selaku peserta dalam arti badan/kelompok;
·         cara dan waktu pembayaran premi dan klaim;
·         syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.

Berikut ini adalah kedudukan para pihak dalam akad tabarru’ pada asuransi syari’ah:
1.    Dalam akad Tabarru’, peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah.
2.    Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru’ (mu’amman/mutabarra’lahu, مؤمّÙ†/متبرَّع له) dan secara kolektif selaku penanggung (mu’ammin/mutabarri’- مؤمّÙ†/متبرِّع).
3.    Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad Wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.

Pengelolaan dana tabarru’ pada asuransi syari’ah:
1.    Pembukuan dana Tabarru’ harus terpisah dari dana lainnya.
2.    Hasil investasi dari dana tabarru’ menjadi hak kolektif peserta dan dibukukan dalam akun tabarru’.

Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dapat memperoleh bagi hasil berdasarkan akad Mudharabah atau akad Mudharabah Musytarakah, atau memperoleh ujrah (fee) berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah.

Terdapat implementasi akad tabarru’ dalam praktek  asuransi syariah saat ini yaitu:
1.    Asuransi syariah yang dalam prakteknya memberikan bagi hasil (mudharabah) apabila terjadi surplus dana tabarrru’ merujuk kepada sistem yang diterapkan di Syariat Takaful.
2.    Asuransi syariah yang tidak membagikan dengan alasan bahwa tabarru’ adalah dana yang sudah diikhlaskan tolong-menolong, peserta tidak perlu mengharapkan pengembalian apa-apa lagi keuali mengharapkan kebaikan pahala dari Allah.

Implementasi akad tabarru’ dalam sistem asuransi syariah direalisasikan dalam bentuk pembagian setoran premi menjadi dua. Untuk produk yang mengandung unsur tabungan (saving), maka premi yang dibayarkan akan dibagi ke dalam rekening dana peserta dan satunya lagi rekening tabarru’. Sedangkan untuk produk yang tidak mengandung unsur tabungan (non saving), setiap premi yang dibayar akan dimasukkan seluruhnya ke dalam rekening tabarru’.

C.  IMPLEMENTASI AKAD TIJARAH DALAM ASURANSI
  
Akad Tijarah adalah segala macam perjanjian. Ada beberapa akad tijarah yang digunakan dalam praktik asuransi syariah yaitu : Akad Wakalah, Akad Wadi’ah, Akad Musyarakah, Akad Mudharabah. Akad-akad ini dalam praktiknya diimplementasikan dalam beberapa perusahaan asuransi syariah di Indonesia. Misalnya asuransi syari’ah pasa produk-produk saving menggunakan akad wadi’ah.[3]

1.      Akad Wakalah
Wakalah berarti menyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Dalam bahasa Arab, hal ini dapat dipahami sebagai at-tafwidin. Jadi wakalah merupakan pelimpahan wewenang atau kuasa dari pihak pertama kepada pihak kedua untuk melaksanakan sesuatu atas nama pihak pertama dan untuk kepentingan dan tanggung jawab sepenuhnya oleh pihak pertama. Dalam hal ini pihak kedua hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama. Apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai dengan yang disyaratkan.
Akad wakalah dapat kita lihat juga pada asuransi umum dalam mekanime pengelolaan dananya menggunakan akad wakalah. Premi tertanggung yang terkumpul sebagai dana tabarru’ diserahkan kepada perusahaan asuransi sebagai pengelola melalui akad wakalah, dan selanjutnya perusahaan asuransi terhadap perusahaan re-asuransi mengunakan akad tabaduli. Antara peserta dan perusahaan asuransi akan terjadi bagi hasil manakala dalam operasional terdapat keuntungan atau surplus usaha.

2.      Akad Wadi’ah
Al wadi’ah dapat diartikan dengan meninggalkan atau meletakkan yaitu meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara atau dijaga. Sedangkan menurut istilah, al-wadi’ah adalah memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya / barangnya dengan secara terang-terangan atau isyarat dengan makna itu. Dalam prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadiah yad dhamanah yaitu dimana pihak yang dititipi bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Dan bukan wadiah amanah yaitu pada prinsipnya harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh orang yang dititipi.[4]
Dalam praktik asuransi syariah menggunakan akad wadiah . dana yang terkumpul dari nasabah berupa premi dititipkan kepada perusahaan asuransi untuk dikelola seperti halnya akad wadiah yang ada di bank syariah, hanya saja dalam asuransi mengandung unsur asuransi dengan nilai pertanggungan sesuai yang diperjanjikan. Dewan Pengawas Syariah (DPS) Asuransi Mubarokah Syariah memandang bahwa akad wadi’ah merupakan akan yang tepat baik bagi sisi nasabah (shohibul maal) maupun perusahan asuransi (pengelola).[5]

3.      Akad Musyarakah
Musyarakah adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih dalam suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak akan memberikan kontribusi dengan kesepakatan, jika ada keuntungan atau kerugian masing-masing pihak akan mendapat margin dan menaggung resiko. Pada hakekatnya bentuk kerjasama dalam asuransi adalah bentuk kerjasama yang dilandasi oleh prinsip musyarakah dimana ada pihak yang punya modal dan ada pihak lain yang hanya memiliki tenaga kerja dan skill serta profesionalisme.
Transaksi musyarakah  dilandasi dengan adanya keinginan para pihak yang ingin bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Yakni semua bentuk usaha yang melibatkan dua belah pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh sumber daya yang ada.

4.      Akad Mudharabah
Mudharabah adalah pemilik harta memberikan kepada mudharib orang yang bekerja atau pengusaha suatu harta supaya dia mengelola dalam bisnis dan keuntungan dibagi diantara mereka  berdua mengikuti syarat yang mereka buat.
Dalam rangka untuk menghindari praktik riba, maka implementasi mudharabah pada takaful keluarga (asuransi jiwa) dapat diihat misalnya pada perhitungan rate premi. Cara perhitungan dengan asumsi bunga tetap diganti dengan skim mudharabah (bagi hasil), demikian juga dalam skim-skim investasi dan perhitungan surplus underwriting. Penentuan hak atas dana hasil investasi produk saving dan hak atas dana dari produk non saving semuanya bebas dari bunga dan sebagai gantinya digunakan instrumen mudharabah. Dengan demikian, takaful keluarga dalam sistem dan operasionalnya bersih dari praktek riba.
Berikut ini adalah rukun mudharabah  menurut Syafi’i Antonio:
a.    Pemodal (shohibul maal)
b.   Pengelola (mudharib)
c.    Modal (maal)
d.   Nisbah keuntungane.     
e.    Sighat (aqd).[6]




BAB III
KESIMPULAN

F Akad pada operasional asuransi syariah dapat didasarkan pada akad tabarru’, yaitu akad yang didasarkan atas pemberian dan pertolongan dari satu pihak kepada pihak yang lain.

F Ada juga akad lain dapat diterapkan dalam bisnis asuransi adalah akad mudharabah , yaitu satu bentuk akad yang didasarkan pada prinsip profit dan loss sharing atas untung dan rugi, dimana dana yang terkumpul dalam total rekening tabungan dapat di investasikan oleh perusahaan asuransi yang risiko investasi ditanggung bersama antara perusahaan dan nasabah.
F Dalam implementasi akad tijarah yang digunakan dalam asuransi syariah adalah akad wakalah, akad wadi’ah, akad musyarakah, akad mudharabah.
F Dalam praktik asuransi syariah juga terdapat wadiah. Yaitu, dana yang terkumpul dari nasabah berupa premi dititipkan kepada perusahaan asuransi untuk dikelola seperti halnya akad wadiah yang ada di bank syariah, hanya saja dalam asuransi mengandung unsur asuransi dengan nilai pertanggungan sesuai yang diperjanjikan.
    
F Terdapat implementasi akad tabarru’ dalam praktek  asuransi syariah saat ini yaitu :
o  Asuransi syariah yang dalam prakteknya memberikan bagi hasil (mudharabah) apabila terjadi surplus dana tabarrru’ merujuk kepada sistem yang diterapkan di Syariat Takafu.
o  Asuransi syariah yang tidak membagikan dengan alasan bahwa tabarru’ adalah dana yang sudah diikhlaskan tolong-menolong, peserta tidak perlu mengharapkan pengembalian apa-apa lagi keuali mengharapkan kebaikan pahala dari Allah.

Implementasi akad tabarru’ dalam sistem asuransi syariah direalisasikan dalam bentuk pembagian setoran premi menjadi dua. Untuk produk yang mengandung unsur tabungan (saving), maka premi yang dibayarkan akan dibagi ke dalam rekening dana peserta dan satunya lagi rekening tabarru’. Sedangkan untuk produk yang tidak mengandung unsur tabungan (non saving), setiap premi yang dibayar akan dimasukkan seluruhnya ke dalam rekening tabarru’.




DAFTAR PUSTAKA


*      Abidin Basri, Ikhwan, MA. Mudhorobah. http://www.tazkia.co.id
*      Ali, Hasan, AM. Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta: Prenada Media, 2004.
*      konsep-syariah.blogspot.com/2010/03/akad-takafuli-dan-tabarru-dalam.html
*      Profit Sharing for General Takaful, www.takaful-malaysia.com.
*      Syafi’i Antonio, Muhammad. Bank Syariah, Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: Tazkia Institute, 2000.











[1] Heri Sudarsono, Bank  Dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Deskripsi Dan Ilustrasi (Yogyakarta: 2004), hlm. 117.

[3] M. Syakir Sula, Asuransi Syari’ah (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 350.
[4] Ibid, hlm. 355.
[5] Op. Cit, Syakir Sul.... hlm. 356.
[6] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah : Wacana Ulama & Cendekiawan, Bank Indonesia dan Tazkia Institut,( Jakarta, 1999), hal. 173.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH TENTANG PANITERA

Assalamualaikum wr. wb. pada kesempatan kali ini saya kembali mengunggah makalah tentang kepaniteraan. saya teringat pada perjuangan saya dalam mencari referensi demi rampungnya makalah yang ditugaskan oleh dosn saya yang bernama Shohibul Arifin dalam materi Manajemen Kepaniteraan. Oleh karena rasa kasihan saya kepada adik-adik kelas saya, takutnya juga diberi tugas yang demikian maka saya bermaksud untuk mengunggah makalah hasil sususan saya sendiri dengan tujuan untuk menambah referensi. Mohon kepada adik-adik, pergunakanlah makalah ini sebagaimana menstinya, ambil pokok-pokoknya saja jangan langung di CoPast.   Makalah PANITERA MUDA Diajukan untuk memenuhi tugas materi: Manajemen Kepaniteraan Yang diampu oleh Bapak: Shahibul Arifin, S.HI., M.HI. KELOMPOK: III GHUFRON ILYASI KHAIRUNNAS PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT ILMU KEISLAMAN ANNUQAYAH (INSTIKA) TAHUN AKADEMIK 2017-2018 BAB I PENDAHULUAN A. ...

MAKALAH TENTANG ETIKA PERGAULAN REMAJA

Saya tidak perlu berbasa-basi menyampaikan pengantar yang ngalor sana ngalor sini. Langsung saja dibaca makalahnya dibawah ini, semoga bisa membantu teman-teman sekalian.  Makalah ETIKA PERGAULAN REMAJA Diajukan untuk memenuhi   tugas materi: Bahasa Indonesia Yang diampu oleh Bapak: Subairi., S. Pd. I OLEH: KHAIRUNNAS MADRASAH ALIYAH AN-NAJAH I Jl. Raya Kompleks PP. An-Najah I Karduluk Pragaan Sumenep Jawa Timur 69465 BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak untuk menjadi dewasa yang ditandai dengan kebimbangan serta keguncangan emosi dalam hal mencari pegangan hidup, ilmu pengetahuan, masa depan, bahkan dalam hal pasangan. Masa remaja adalah masa dimana seseorang telah sampai pada masanya untuk berjuang menemukan jati diri yang sebenarnya, tanpa harus identik dengan orang lain. Karena, pada masa inilah seseorang akan mulai menunjukkan siapa dirinya ...

MAKALAH TENTANG SEJARAH PERADABAN ISLAM MASA KEPEMIMPINAN UTSMAN BIN AFFAN

Makalah PERADABAN ISLAM PADA MASA KHALIFAH USMAN BIN AFFAN Diajukan untuk memenuhi tugas m ateri: BAHASA INDONESIA Guru Pembimbing: Subairi., S. Pd. I OLEH : SHOFIATUL JANNAH KELAS : XI B (SEBELAS) MADRASAH ALIYAH AN-NAJAH I (MA. ANJAS) KARDULUK PRAGAAN SUMENEP JAWA TIMUR 69465 TAHUN PELAJARAN 201 7 -201 8   BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Setelah nabi Muhammad saw wafat ada beberapa khalifah yang menggantikan beliau menjadi pemimpin umat islam saat itu. Khalifah yang pertama yaitu Abu Bakar As-shiddiq, ke dua Umar bin Khattab, ketiga Usman bin Affan dan yang terakhir adalah Ali bin abi Thalib. Ketika mereka memerintah banyak sekali kemajuan-kemajuan yang mereka capai dan ada pula hambatan bagi mereka. Kemajuan-kemajuan yang mereka capai sangat beragam, baik dari segi pendidikan, perluasan wilayah, pembangunan, hingga pembukuan A l- Q ur ’ an. Namun, pada makalah ini kami mencoba lebih fokus ...